Pengertian Walisongo
Kata “wali” berasal dari bahasa Arab yang artinya
pembela, teman dekat, dan pmimpin. Dalam pemakaiannya wali biasanya di artikan
sebagai orang yang dekat dengan Allah SWT. Kata “songo” berasal dari bahasa Jawa
yang artinya sembilan. Maka, Wali Songo secara umum diartikan sebagai sembilan
wali yang dianggap telah dekat dengan Allah SWT. terus-menerus beribadah
kepadanya serta memiliki kemampuan-kemampuan di luar kebiasaan manusia.
Menurut Soekomono, pakar purbakala dan sejarah
kebudayaan dari UGM, Wali Songo (9 orang waliyullah) adalah penyiar penting
agama agama Islam di Jawa. Mereka dengan sengaja menyebarkan dan mengajarkan
pokok-pokok ajaran Islam di tanah Jawa.
Wali songo sangat berperan penting dalam penyebaran
Islam di Indonesia khususnya di Jawa. Cara penyebaran Islam yang dilakukan oleh
para wali songo sangat menarik. Mereka mampu menggunan metode-metode yang
memudahkan ajaran Islam diterima oleh berbagai golongan maayarakat.
Biografi dan Sejarah Walisongo
Dalam penyiaran Islam di Jawa,
wali songo dianggap sebagai kepala kelompok dari sejumlah besar mubaligh
Islam yang mengadakan dakwah di daerah-daerah yang belum memeluk agama Islam.
Mereka adalah : Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan
Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.
Sejarah Tentang Walisongo
Walisongo secara
sederhana artinya sembilan orang yang telah mencapai tingkat “Wali”, suatu
derajat tingkat tinggi yang mampu mengawal babahan hawa sanga (mengawal
sembilan lubang dalam diri manusia), sehingga memiliki peringkat wali. Para
wali tidak hidup secara bersamaan. Namun satu sama lain memiliki keterkaitan
yang sangat erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid.
Adapun penjelasan
tokoh-tokoh Walisongo adalah sebagai berikut:
1.Sunan Gresik
(Syekh Maulana Malik Ibrahim)
Nama
aslinya adalah Maulana Malik Ibrahim, wafat di Gresik, 12 Raiul awal 822/8
April 1419). Salah seorang dari wali songo yang di yakini sebagai pelopor
penyebaran Islam di Jawa. Ia juga di kenal dengan nama Maulana Maghribi atau
Syekh MaghribAdapula yang mengenalnya sebagai Jumadil Kubra. Akan tetapi,
masyarakat umum di Jawa lebih mengenalnya sebagai Sunan Gresik, karena tempat
tinggal untuk menyiarkan agama Islam dan pemakamannya berada di daerah Gresik.
Maulana
Malik Ibrahim sudah belajar agama Islam sejak kecil, arena beliau dilahirkan
dan di besarkan di tengah keluarga Muslim yang taat beragama. Setelah dewasa,
beliau menikah dengan seorang putri bangsawan bernama Dewi Candrawulan, putri
pertama Ratu Campa yang telah menganut agama Islam dan merupakan istri
Brawijaya, raja Majapahit terakhir.
Maulana
Malik Ibrahim datang ke pulau Jawa pada tahun 1404 M. Jauh sebelum beliau
datang, islam sudah ada walaupun sedikit, ini dibuktikan dengan adanya makam
Fatimah binti Maimun yang nisannya bertuliskan tahun 1082.
Ketika
pertama kali beliau datang ke Jawa, pada mumnya masyarakat itu adalah pemeluk
agama Hindu/Budha dan berada di bawah pemerintahan kerajaan Majapahit.
Masyarakat menganut struktur social yang berkasata, yaitu kasta Sudra, kasta
Waisya,bkasta Ksatria, dan kasata Brahmana.
Sebelum menyiarkan
agama Islam, beliau mendekati penduduk setempat untuk mengenal adat istiadatnya
terlebih dahulu. Dengan cara itu, Islam mudah di terima oleh golongan yang
menjadi sasaran penyebaran.
Metode
dakwah yang beliau terapkan cukup unik dan tepat, yaitu dengan membuka warung
untuk berjualan kebutuhan sehari-hari dengan harga murah, juga mengadakan
pengobatan gratis. Beliau juga membangun masjid dan pondok pesantren di dusun
Pesucian, sekitar 9 km utara Kota Gresik pada tahun 801 H/1392 M.
Beliau
mencoba merangkul masyarakat bawah, yaitu kasta terendah dalam budaya Hindu.
Metode ini ternyata berhasil, terbukti sedikit demi sedikit masjid yang di
bangun beliau ramai di kunjungi warga yang sudah memeluk agama Islam. Dan Islam
pun berkembang di pulau Jawa, bahkan di daerah-daerah Nusantara.
2. Sunan Ampel (Raden
Rahmat)
Nama
aslinya Raden Rahmat Istrinya adalah seorang putri Tuan yang bernama Nyai Ageng
Manila. Dari pernikahan itu beliau mempunyai 4 orang anak, dan dua diantaranya
aalah sunan yang tergabung dalam wali songo.
Sunan
Ampel adalah penerus cita-cita dan perjuagan Maulana Malik Ibrahim. Beliau
memulai aktivitasnya dengan mendirikan pesantren di Ampel Denta, Surabaya.
Sehingga beliau dikenal dengan Pembina pondok pesantren pertama di Jawa Timur.
Di pesantren inilah beliau mendidik para pemuda Islam untuk menjadi tenaga da’i
yang akan di sebar keseluruh Jawa.
Sebagai
seorang ulama yang giat berdakwah, Sunan Ampel mempunyai ajaran yang
terkenal dngan sebutan “molimo” . “Mo” berarti tidak mau, sedangkan limo adalah
5 perkara. Jadi, “molimo” adalah tidak mau melakukan 5 perkara yang terlarang.
Kelima ajaran Sunan Ampel itu adalah:
1. Emoh Main, artinya tidak mau
main judi
2. Emoh Ngumbi, artinya tidak mau
minum-minuman yang memabukka.
3. Emoh Madat, artinya tidak mau
mengisap candu atau ganja.
4. Emoh Maling, artinya tidak mau
mencuri atau Kolusi.
5. Emoh Madon, artinya tidak mau
main perempuan yang bukan isterinya (zina).
Menurut
Babad Diponegoro, Sunan Ampel sangat berpengaruh dikalangan istana Majapahit.
Kedekatan beliau tersebut memebuat penyebaran Islam di Daerah kekuasaan
Majapahit, khususnya di pantai utara Pulau Jawa, tidak mendapat hambatan yang
berarti, bahkan mendapat izin dari penguasa kerajaan.
Sunan
Ampel tercatat sebagai perancang kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa
dengan ibu Kota Bintoro, Demak. Beliaulah yang mengangkat Raden Fatah sebagai
sultan pertama Demak, yang di pandang punya jasa paling besar dalam meletakkan
peran politik umat Islam di Nusantara. Disamping itu, beliau juga ikut
mendirikan Masjid Agung Demak pada tahun 1479.
3. Sunan Bonang
(Raden Makdum Ibrahim)
Sunan
Bonang dikenal dengan nama Raden Maulana Makhdum Ibrahimm, atau Raden Ibrahim
(Makhdum adalah gelar yang bisa di berikan kepada seorang ulama besar di India,
dan berarti orang yang dihormati). Kemudian beliau menikah dengan Dewi Hiroh,
beliau memperoleh seorang putri yang bernama Dewi Rukhil yang kemudian di
persunting oleh Sunan Kudus.
Dalam
kegiatan dakwahnya, beliau telah berhasil mengubah jalan Raden Syahid dari
kesesatan kemudian beliau membimbing Raden Syahid dalam masala keagamaan
sehingga Raden Syahid menjadi seorang alim yang kemudian dikenal dengan
julukan Sunan Kalijaga. Kegiatan dakwah Sunan Bonang dipusatkan di sekitar Jawa
Timur, terutama di daerah Tuban. Beliau mendirikan Masjid Sangkal Dhaha. Dalam
aktivitas dakwahnya, beliau mengganti nama dewa-dewa dengan nama nai dan
malaikat dalam Islam dengan maksud agar penganut agama Hindu dan Budha mudah
diajak masuk agama Islam.
Mengingat
orang-orang Hindu/Budha gemar memainkan seni gamelan Jawa, maka Sunan Bonang
menambahi dengan instrumen Bonang. Mereka
memanfaatkan pertunjukan tradisional itu sebagai media dakwah Islam, dengan
menyisipkan napas Islam ke dalamnya. Syair lagu gamelan ciptaan para wali tersebut
berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah SWT. dan tidak menyekutukannya.
Setiap bait lagu diselingi dengan syahadatain (ucapan dua kalimat syahadat);
gamelan yang mengirinya kini dikenal dengan istilah sekaten, yang berasal dari
syahadatain. Sunan Bonang sendiri menciptakan lagu yang dikenal dengan tembang
Durma, sejenis macapat yang melukiskan suasana tegang, bengis, dan penuh
amarah.Lirik-lirik tembang yang diciptakannya sarat akan
nilai-nilai ketuhanan. Tembang Tombo Ati adalah salah satu karya beliau yang
fenomenal. Tembang itu dipopulerkan oleh Emha Ainun Najib sekitar tahun 1990,
dan semakin populer setelah dinyanyikan dan diaransemen oleh Opick.
Ajaran
Sunan Bonang berintikan filasafat cinta atau isyq. Menurutnnya, cinta sama
dengan iman yaitu pengetahuan intutif (ma’rifat) dan kepatuhan kepada Allah
SWT. Ajaran tersebut di sampaikannya melalui media kesenian, dibantu murid
utamanya, Sunan Kalijaga.
Sunan
Bonang juga merupakan guru bagi Raden Fatah. Karena, beliau telah memberikan
pendidikan Islam kepada putra raja Majapahit Prabu Brawija V tersebut, yang
kemudian menjadi sultan pertama Demak. Catatan-catatan pendidikam tersebut
dikenal dengan “Suluk Sunan Bonang” atau “Primbon Sunan Bonang”. Isi buku
tersebut berbentuk prosa ala Jawa Tenagh, kalimatnya sangat banyak dipengaruhi
bahasa Arab,dan sampai sekarang antara lain masih tersimpan di Universitas
Laiden, Negeri Belanda. Sunan Bonang wafat di pulau Bawean pada tahun 1525 M
4. Sunan Giri
Nama
aslinya Raden Paku, dikenal juga dengan sebutan Prabu Satmata,
kadang-kadang disebut juga dengan Sultan Abdul Fakih. Di kenal sebagai Sunan
Giri, karena beliau, mendirikan pesantren di dekat sebuah gunung yaitu gunung
giri dan berdakwah disana sampai akhir hayatnya dan dimakamkan disana.
Sunan Giri merupakan
putra dari Maulana Ishak dan ibunya bernama Dewi Sekardadu putra Menak Samboja.
Kebesaran Sunan Giri terlihat antara lain sebagai anggota dewan Walisongo. Nama
Sunana Giri tidak bisa dilepaskan dari proses pendirian kerajaan Islam pertama
di Jawa, Demak. Ia adalah wali yang secara aktif ikut merencanakan berdirinya
negara itu serta terlibat dalam penyerangan
ke Majapahit sebagai penasihat militer.
Raden
Paku di angkat anak oleh seorang wanita kaya bernama Nyai Gede Maloka, Babad
Tanah Jawa disebut Nyai Ageng Tandes. Beranjak dewasa Raden Paku belajar
agama di Pondok Pesantren Ampel Denta pimpinan Sunan Ampel. Di sana
beliau menjadi teman akrab dengan putra Sunan Ampel yaitu Maulana Makdum
Ibrahim.
Dalam
perjalanan beliau ke haji bersama Sunan Bonang, mereka terlebih dahulu
memperdalam ilmu pengetahuan di Pasai, yang ketika itu menjadi tempat
berkembangnya ilmu ketuhanan, keimanan, dan tasawuf. Di sinilah Raden
Paku sampai pada tingkat ilmu laduni, sehingg gurunya menganugrahkan gelar ‘Ain
al-Yaqin.
Sebagai
seorang ulama yang wara’,Sunan Giri sangat-sangat berhati-hati dalam
memutuskan masalah ubudiyah. Dalam masalah ini beliau berpegang teguh
pada ajaran al-Qur’an dan Hadis. Bahkan beliau berpendapat “bahwa ibadah mau
tidak mau harus sesuai dengan ajaran Nabi saw, tidak boleh di campur adukan
dengan adat istiadat yang bertolakk belakang dengan ajaran tauhid”.
Pendapatnya itu dilandasi oleh firman Allah:
“Dan sembahlah Allah dan
janganlah Kamu mempersekutukan-Nya…”(QS. An Nisa : 36)
Sunan Giri
atau Raden Paku dikenal sangat dermawan, yaitu dengan membagikan barang
dagangan kepada rakyat Banjar yang sedang dilanda musibah. Beliau pernah
bertafakkur di goa sunyi selama 40 hari 40 malam untuk bermunajat kepada Allah.
Usai bertafakkur ia teringat pada pesan ayahnya sewaktu belajar di Pasai untuk
mencari daerah yang tanahnya mirip dengan yang dibawahi dari negeri Pasai
melalui desa Margonoto sampailah Raden Paku di daerah perbatasan yang hawanya
sejuk, lalu dia mendirikan pondok pesantren yang dinamakan Pesantren Giri.
Tidak berselang lama hanya daam waktu tiga tahun pesantren tersebut terkenal di seluruh
Nusantara. Sunan Giri sangat berjasa
dalam penyebaran Islam baik di Jawa atau nusantara baik dilakukannya sendiri
waktu muda melalui berdagang tau bersama muridnya. Beliau juga menciptakan
tembang-tembang dolanan anak kecil yang bernafas Islami, seperti jemuran,
cublak suweng dan lain-lain. Beliau juga dipandang sebagai
orang yang sangat berpengaruh terhadap jalannya roda Kesultanan Demak Bintiro
(kesultanan demak)., sebab setiap kali muncul masalah penting yang harus
diputuskan, yang lain selalu menantikan kepuutusan dan pertimbangannya.
5. Sunan Drajat
Nama
aslinya adalah Masih Munat atau Raden atau juga Syarifuddin. Beliau adalah
putra Sunan Ampel yang kedua. Setelah menguasai pelajaran agama dari sang ayah,
beliau hijrah kedesa Drajat di Lamongan, dan mendirikan padepokan santri Dalem
Duwur, yang sekarang bernama desa Drajat. DI daerah inilah Sunan Drajat
memusatkan dakwahnya, beliau juga memegang kendali kerajaan di wilayah perdikan
Drajat.
Sebagai
seorang ulama’, beliau mengajarkan sifat tawakal sebagai salah satu ajaran
akhlaknya. Mengenai ajaran tawakal, beliau menyatakan bahwa “apa yang terjadi
pada diri manusia memang sudah ditentukan oleh Allah Yang Maha Kuasa. Karena
itu, manusia disamping harus menyerahkan nasib kepada Allah, dia juga harus
tetap berusaha. Dengan bertawakal secara benar dan bersungguh-sungguh kebenaran
janji Allah akan datang”. Hal itu sesuai firman Allah yang dikutip oleh Sunan Drajat:
“Barang siapa yang bertawakal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya”. (QS. At-Talaq : 3).
Hal yang
paling menonjol dalam dakwah Sunan Drajat adalah perhatiannya yang sangat
serius pada masalah-masalah sosial. Beliau terkenal mempunyai jiwa sosial dan
teman-teman dakahnya selalu berorientasi pada kegotongroyongan. Beliu selalu
memberi pertolongan kepada umum, menyantuni anak yatim dan fakir miskin sebagai
suatu proyek sosial yang dianjurkan agama lslam.
Karena keberhasilannya menyebarkan
Islam dan menanggulangi kemiskinan, Sunan Drajat memperoleh gelar Sunan Mayang
Madu dari Raden Fatah, Sultan Demak 1 tahun saka 1442 atau 1520 M.Dan di tempat baru
itu belaiu berdakwah dengan menggunakan kesenian rakyat, yaitu dengan menabuh
seperangkat gamelanuntuk mengumpulkan orang, setelah itu lalu diberi ceramah
agama. Demikianlah
kecerdikan Raden Qasim dalam mengadakan pendekatan kepada rakyat dengan
menggunakan kesenian rakyat sebagai media dakwahnya. Sampai sekarang
seperangkat gamelan itu masih tersimpan dengan baik di museum di dekat
makamnya.
6. Sunan Kalijaga
Nama
Kalijaga konon berasal dari rangkaian bahasa Arab “qodi zaka” yang berarti
pelaksana dan membersihkan. Qadizaka yang kemudian menurut lidah dan ejaan
menjadi Kalijaga berarti pemimpin atau pelaksana yang menegakkan kebersihan dan
kesucian. Nama kecilnya adalah Raden Mas Syaid atau sa’id putra Walitika
adipati Tuban, dan kadang-kadang dijuluki Syekh Malaya.
Salah
satu sifat yang menonjol dari Raden Mas Syahid kecil adalah sifat welas asih
(kasih sayang). Sikap kasih sayang tersebut terutama ditunjukan kepada rakyat
kecil yang banyak menderita. Bahkan pada masa remajanya perasaan kasih sayang
tersebut diwujudkan secara berlebihan.
Raden Syaid sebenarnya anak muda yang patuh dan kuat kepada agama
dan orang tua, tapi tidak bisa menerima keadaan sekelilingnya yang terjadi
banyak ketimpangan, hingga dia mencari makanan dari gudang kadipaten dan
dibagikan kepada rakyatnya.
Tapi ketahuan ayahnya, hingga dihukum yaitu tangannya dicampuk 100 kali sampai
banyak darahnya dan diusir.
Setelah diusir selain mengembara, ia
bertemu orang berjubah putih, dia adalah Sunan Bonang. Lalu Raden Sahid diangkat menjadi murid, lalu disuruh
menunggui tongkatnya di depan kali sampai berbulan-bulan sampai seluruh
tubuhnya berlumut.
Daerah
dakwah Sunan Kalijaga tidak terbatas, bahkan sebagai mubaligh beliau
berkeliling dari satu daerah ke daerah lain. Karena system dakwahnya yang
intelek dan actual, maka para bangsawan dan cendikiawan sangat simpati terhadapnya,
demikian juga lapisan masyarakat awam, bahkan pengsaha.
Dalam menjalankan dakwahnya, Sunan Kalijaga
tidak membangun pesantren seperti yang dilakukan oleh para wali lainnya. Beliau
lebih cenderung dengan berkelana dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya.
Dalam metode dakwahnya, kepercayaan da adat istiadat setempat tidak ditentan
begitu saja, bahkan beliau jadikan sebagai sarana dakwah.
Sunan kalijaga menggunakan kesenian
dalam rangka penyebaran Islam, antara lain dengan wayang, sastra dan berbagai
kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam
seperti Walisongo untuk menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan
tanpa terasa mereka telah tertarik pada ajaran-ajaran Islam sekalipun, karena
pada awalnya mereka tertarik dikarenakan media kesenian itu. Misalnya, Sunan
Kalijaga adalah tokoh seniman wayang. Ia itdak pernah meminta para penonton
untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian wayang masih dipetik
dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran agama dan nama-nama pahlawan Islam.
7. Sunan Kudus (Ja’far Sadiq)
Nama
aslinya Ja’far Sadiq, tetapi sewaktu kecil dipanggil Raden Undung,. Kadang
beliau dipanggil dengan Raden Amir Haji, sebab ketika menunaikan ibadah haji
beliau bertindak sebagai pemimpi rombongan (amir).
Sunan
Kudus adaah putra Raden Usman Haji, yang menyiarkan Islam di daerah Jipang
Panoalan, Blora. Sedangkan Sunan Kudus sendiri menyiarakan agama Islam di
daerah Kudus dan sekitarnya, dan beliau memiliki keahlian khusus dalam bidang
ilmu agama, terutama dalam ilmu fiqih, ushul fiqh, tauhid, tafsir, serta
logika. Oleh sebab itu, diantara wali songo yang lain, hanya beliaulah yang
dijuluki al-‘alim (orang yang luas ilmunya).
Disamping
menjadi juru dakwah, Sunan Kudus juga menjadi panglima perang Kesultanan Demak
Bintoro yang tangguh, dan dipercaya untuk mengendalikan pemerintahan di daerah
Kudus, sehigga beliau menjadi pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin agama di
daerah tersebut.
Ada cerita yang mengatakan bahwa Sunan
Kudus pernah belajar di Baitul Maqdis, Palestina, dan pernah berjasa
memberantas penyakit yang menelan banyak korban di Palestina. Atas jasanya itu,
oleh pemerintah Palestiana ia diberi ijazah wilayah (daerah kekuasaan) di Palestina,
namun Sunan Kudus mengharapkan hadiah tersebut dipindahkan ke Pulau Jawa, dan
oleh Amir (penguasa setempat) permintaan itu dikabulkan. Sekembalinya ke Jawa
ia mendirikan masjid di daerah Loran tahun 1549, masjid itu diberi nama Masjid
Al-Aqsa atau Al-Manar (Masjid Menara Kudus) dan daerah sekitanya diganti dengan
nama Kudus, diambil dari nama sebuah kota di Palestina, al-Quds. Dalam
melaksanakan dakwah dengan pendekatan kultural, Sunan Kudus menciptakan
berbagai cerita keagamaan. Yang paling terkenal adalah Gending Makumambang dan
Mijil. Cara-cara berdakwah Sunan Kudus adalah sebagai berikut:
a. Strategi pendekatan kepada masa dengan jalan
1. Membiarkan adat istiadat lama yang sulit diubah
2. Menghindarkan konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan
agama islam
3. Tut Wuri Handayani
4. Bagian adat istiadat yang tidak sesuai dengan mudah
diubah langsung diubah.
b. Merangkul masyarakat Hindu seperti larangan menyembelih
sapi karena dalam agama Hindu sapi adalah binatang suci dan keramat.
c. Merangkul masyarakat Budha
Setelah masjid, terus Sunan Kudus
mendirikan padasan tempat wudlu denga pancuran yang berjumlah delapan, diatas
pancuran diberi arca kepala Kebo Gumarang diatasnya hal ini disesuaikan dengan
ajaran Budha “ Jalan berlipat delapan atau asta sunghika marga”.
d. Selamatan Mitoni
Biasanya sebelum acara selamatan
diadakan membacakan sejarah Nabi.
Sunan Kudus wafat
pada tahun 1550 M dan dimakamkan di Kudus. Di pintu makan Kanjeng Sunan Kudus
terukir kalimat asmaul husna yang berangka tahun 1296 H atau 1878 M.
8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Salah seorang Walisongo yang banyak
berjasa dalam menyiarkan agama Islam di pedesaan Pulau Jawa adalah Sunan Muria.
Beliau lebih terkenal dengan nama Sunan Muria karena pusat kegiatan dakwahnya
dan makamnya terletak di Gunung Muria (18 km di sebelah utara Kota Kudus
sekarang).
Beliau adalah
putra dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar Said,
dalam berdakwah ia seperti ayahnya yaitu menggunakan cara halus, ibarat
menganbil ikan tidak sampai keruh airnya. Muria dalam menyebarkan agama Islam.
Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan dan rakyat jelata. Beliau
adalah satu-satunya wali yang mempertahankan kesenian gamelan dan wayang
sebagai alat dakwah dan beliau pulalah yang menciptakan tembang Sinom dan
kinanthi. Beliau banyak mengisi tradisi Jawa dengan nuansa Islami seperti
nelung dino, mitung dino, ngatus dino dan sebagainya.
Lewat
tembang-tembang yang diciptakannya, sunan Muria mengajak umatnya untuk
mengamalkan ajaran Islam. Karena itulan sunan Muria lebih senang berdakwah pada
rakyat jelata daripada kaum bangsawan. Cara dakwah inilah yang menyebabkan suna
Muria dikenal sebagai sunan yang suka berdakwak tapa ngeli yaitu
menghanyutkan diri dalam masyarakat.
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Salah seorang dari Walisongo yang
banyak berjasa dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa, terutama di daerah Jawa
Barat; juga pendiri Kesultanan Cirebon. Nama aslinya Syarif Hidayatullah.
Dialah pendiri dinasti Raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten. Sunan Gunung
Jati adalah cucu Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi. Yaitu, putra dari Nyai Lara Santang (anak
kedua raja Pajajaran) degan Maulana Sultan Mahmud (Syarif Abdullah), seorang
bangsawan Arab yang berasal dari Bani hasyim. Pernikahan mereka terjadi ketika
Nyai Lara Santang dan kakaknya Raden Walangsungsng pergi haji yang merupakan
perintah guru mereka yaiu Syekh Datu Kahfi (Syekh Nurul Jati) di Gunung
Ngamparan Jati.
Setelah selesai
menuntut ilmu pasa tahun 1470 dia berangkat ke tanah Jawa untuk mengamalkan ilmunya. Disana beliau bersama ibunya disambut gembira oleh Raden Walangsungsang yang sudah bergelar
Pangeran Cakrabuana. Syarifah Mudain minta agar
diizinkan tinggal dipasumbangan Gunung Jati dan disana mereka membangun
pesantren untuk meneruskan usahanya Syeh Datuk Latif gurunya pangeran Cakra Buana. Oleh karena itu
Syarif Hidayatullah dipanggil sunan gunung Jati. Lalu ia dinikahkan dengan
putri Cakra Buana Nyi Pakung Wati kemudian ia diangkat menjadi pangeran Cakra
Buana yaitu pada tahun 1479 dengan diangkatnya ia sebagai pangeran dakwah islam
dilakukannya melalui diplomasi dengan kerajaan lain. Beliau kemudian terkenal
dengan dengan gelar Sunan Gunung Jati
Setelah Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah Kerajaan Islam
yang bebas dari kekuasaan Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha mempengaruhi
kerajaan yang belum menganut agama Islam. Dari Cirebon, ia mengembangkan agama
Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Kawali
(Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten.
Menurut
Purwaka Carunban Nagari, Sunan Gunung Jati, sebagai salah seorang wali songo,
mendapat penghormatan dari raja-raja lain di Jawa, seperti kerajaan Demak dan
Pajang, karena kedudukannya sebagai raja dan ulama, beliau di beri gelar Raja
Pandita. Beliauu mengembangkan agama Islam ke daerah daerahlain di Jawa Barat, seperti
Majalengka, kuningan, kawli (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Beliau
meletakkan dasar bagi pengembangan Islam dan perdagangan orang-orang Islam
Banten pada tahun 1525 atau 1526. ketika beliau kembali ke Cirebon, Banten di
serahkan kepada anaknya, sultan Maulana Hasanudin yang kemudian menurunkan
raja-raja Banten.
Kajian
Dakwah Walisongo
Pada
dasarnya metode dakwah wali songo awalnya terdapat dua macam, yaitu :
mengislamisasikan adat dan murni menurut Islam. Dari kedua metode tersebut
tidak dipraktekkan sekaligus secara bersamaan. Karena, tidak semua daerah
tempat para wali songo berdakwah dapat dapat menerima metode tersebut. Ada yang
hanya dapat menerima salah-satunya saja.
Kebanyakan
para sunan terlebih dahulu menggunakan metode yang pertama, yaitu
mengislamisasikan adat. Maksudnya, para sunan menggunakan adat dan kepercayaan
yang dianut maayarakat setempat sebagai alat dakwah mereka. Dengan demikian,
metode yang kedua dapat digunakan setelah metode yan pertama berhasil.
Dan telah
dijelaskan bahwa pulau Jawa yang merupakan pusat mereka berdakwah,
masyarakatnya mayoritasberagama Hindu/Budha. Dengan demikian tidaklahefektif
bila langsung menggunakan metofe kedua, yaitu murni menurut Islam. Janganka
diterima dengan tangan terbuka, masyarakat bisa saja menolak mentah-mentah
dengan mengusir bahkan bisa saja membunuh sunan yang akan berdakwah di daerah
tersebut. Karena mereka merasa terganggu akan kehadiran sunan yang secara
tiba-tiba menyatakan bahwa agama yang mereka anut adalah sesat.
Melihat
dari sejarahnya, metode yang digunakan dalam menyebarkan agama Islam oleh wali
songo disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah yang akan dijadikan
tempat mereka berdakwah. Dan seperti yang telah dijelaskan di atas, para wali
tidak menghilangkan adat mereka. Akan tetapi, mengubah adat mereka menjadi adat
dengan nuansa Islam.
Kesimpulan
Metode Dakwah
Dari penjelasan dan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa, Agama Islam mulai dikenal banyak oleh bangsa Indonesia
karena adanya semangat dakwah yang tinggi dari sembilan wali atau yang terkenal
dengan sebutan wali songo dalam menyebarkan agama Islam. Wali Songo itu sendiri
adalah 9 ulama’ yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Mereka adalah :
1)Sunan
Gresik, nama aslinya Maulana Malik Ibrohim.Wafat
pada tanggal 12 Rabiul awal 822/8 April 1481. kajian dakwahnya
denga berdagang.2) Sunan Ampel, nama aslinya Raden Rahmat. Lahir di Campa, Aceh th 1401 dan wafat di Ampe, Surabaya h 1481. kajian dakwahnya berawal dengan membangun pesantren.
3) Sunan Bonang, dikenal dengan nama Raden Maulana Makhdum Ibrahimm, atau Raden Ibrahim (Makhdum adalah gelar yang bisa di berikan kepada seorang ulama besar di India, dan berarti orang yang dihormati).
4) Sunan Giri, nama aslinya Raden Paku. Lahir di Blambangan pada pertengahan abad ke-15 dan wafat di Giri th 1506. kajian dakwahnya bersisfat permainan yang berjiwa agama.
5) Sunan Bonang, nama aslinya Raden Maulaa Makhdum Ibrahim. Lahir di Aampel Denta, surabaya th 1464 dan wafat di Tuban pada th 1525. Kajian dakwahnya dengan jalan seni.
6) Sunan Drajat, nama aslinya Masih Munat. Lahir di Ampel Denta, Surabaya sekitar tahun 1470 dan wafat di Sedayu, Gresik pertengahan abad ke-16. kajian dakwahnya bersifat sosial.
7) Sunan Gunung Jati, nama aslinaya Syarif Hidayatullah. Lahir di Mekkah pada th 1448 dan wafat di Gunng Jati, Cirebon, Jawa Barat th 1570. Kajian dan dakwahnya dengan politi dan sosial.
8) Sunan Muria, nama aslinya Umar Said atau Raden Sahid. Lahir pada abad ke-15 dan wafat pada abad ke-16. Kajian dakwahnya dengan mengadakan kursus-kursus bagi kaum pedagang, para nelayan, dan rakyat biasa.
9) Sunan Kudus, nama aslinya Ja’far Sadiq. Lahir pada ke-15 dan wafat di Kudus th 1550. kajian dakwahnya dengan pendekatan kultural, yaitu menciptakan berbagai cerita keagamaan.
Peran
Walisongo dalam Penyebaran dan Perkembangan Islam di Indonesia.
Sejarah
walisongo berkaitan dengan penyebaran Dakwah Islamiyah di Tanah Jawa. Sukses
gemilang perjuangan para Wali ini tercatat dengan tinta emas. Dengan didukung
penuh oleh kesultanan Demak Bintoro, agama Islam kemudian dianut oleh sebagian
besar manyarakat Jawa, mulai dari perkotaan, pedesaan, dan pegunungan. Islam
benar-benar menjadi agama yang mengakar.
Para wali ini mendirikan
masjid, baik sebagai tempat ibadah maupun sebagai tempat mengajarkan agama.
Konon, mengajarkan agama di serambi masjid ini, merupakan lembaga pendidikan
tertua di Jawa yang sifatnya lebih demokratis. Pada masa awal perkembangan
Islam, sistem seperti ini disebut ”gurukula”, yaitu seorang guru menyampaikan ajarannya
kepada beberapa murid yang duduk di depannya, sifatnya tidak masal bahkan
rahasia seperti yang dilakukan oleh Syekh Siti Jenar. Selain prinsip-prinsip
keimanan dalam Islam, ibadah, masalah moral juga diajarkan ilmu-ilmu kanuragan,
kekebalan, dan bela diri.
Sebenarnya Walisongo adalah nama suatu
dewan da’wah atau dewan mubaligh. Apabila ada salah seorang wali tersebut pergi
atau wafat maka akan segera diganti
oleh walilainnya. Era Walisongo adalah era berakhirnya
dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan
Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa.
Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat
besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap
kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat
"sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Kesembilan wali ini
mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyebaran agama Islam di pulau
Jawa pada abad ke-15. Adapun peranan walisongo dalam penyebaran agama Islam
antara lain:
1. Sebagai pelopor penyebarluasan agama Islam
kepada masyarakat yang belum banyak mengenal ajaran Islam di daerahnya
masing-masing.
2. Sebagai para pejuang yang gigih dalam membela
dan mengembangkan agama Islam di masa hidupnya.
3. Sebagai orang-orang yang ahli di bidang agama
Islam.
4. Sebagai orang yang dekat dengan Allah SWT
karena terus-menerus beribadah kepada-Nya, sehingga memiliki kemampuan yang
lebih.
5. Sebagai pemimpin agama Islam di daerah
penyebarannya masing-masing, yang mempunyai jumlah pengikut cukup banyak di
kalangan masyarakat Islam.
6. Sebagai guru agama Islam yang gigih
mengajarkan agama Islam kepada para muridnya.
7. Sebagai kiai yang menguasai ajaran agama
Islam dengan cukup luas.
8. Sebagai tokoh masyarakat Islam yang disegani
pada masa hidupnya.
Berkat
kepeloporan dan perjuangan wali sembilan itulah, maka agama Islam menyebar ke
seluruh pulau Jawa bahkan sampai ke seluruh daerah di Nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar